
Malam Satu Suro sering kali dipandang sebagai malam penuh nuansa mistis dan sakral dalam kebudayaan Jawa.
Pada tahun 2025, malam Satu Suro akan jatuh pada Kamis malam, 26 Juni 2025. Tak seperti tahun baru Masehi yang identik dengan pesta, malam ini dirayakan dalam suasana tenang, hening, dan penuh perenungan.
Di balik ketenangan itu, berkembang pula berbagai mitos dan larangan yang dipercaya secara turun-temurun oleh masyarakat Jawa.
Berbagai mitos tersebut tidak hanya berkaitan dengan aktivitas harian, tetapi juga menyentuh ranah spiritual dan sosial, dari larangan keluar rumah hingga larangan menikah.
Meski tak semua masyarakat Jawa mempercayainya secara harfiah, mitos ini tetap hidup dalam kesadaran kolektif budaya.
Apa Saja Mitos Malam Satu Suro yang Berkembang di Masyarakat?
Berikut adalah tujuh mitos yang paling populer mengenai malam Satu Suro:
1. Larangan Keluar Rumah di Malam Hari
Salah satu mitos yang paling dikenal adalah larangan keluar rumah saat malam Satu Suro. Dikatakan bahwa gerbang gaib terbuka pada malam itu, memungkinkan makhluk halus dan roh leluhur berkeliaran.
Mereka yang keluar rumah diyakini berisiko diganggu atau bahkan “diculik” oleh makhluk gaib.
Dalam penelitian yang dimuat dalam Jurnal Komunikasi Makna Ritual Masyarakat Jawa (2024) oleh Galuh Kusuma Hapsari, disebutkan bahwa kepercayaan ini bermula dari upaya membangun ketenangan batin dan menghindari potensi bahaya spiritual.
“Pada malam Satu Suro, masyarakat percaya bahwa lebih baik berdiam diri di rumah terutama pada malam hari karena dipercaya akan mendatangkan kesialan atau hal negatif,” tulis Galuh.
2. Dilarang Berbicara dan Berisik
Tradisi tapa bisu atau tidak berbicara sepanjang malam merupakan bagian penting dalam ritual Satu Suro.
Di Keraton Yogyakarta, hal ini diwujudkan dalam prosesi Mubeng Beteng—berjalan kaki mengelilingi benteng tanpa suara. Tapa bisu dipahami sebagai bentuk perenungan dan introspeksi diri secara mendalam.
3. Tidak Boleh Menggelar Hajatan atau Pernikahan
Masih banyak masyarakat Jawa yang meyakini bahwa menggelar hajatan, termasuk pernikahan, pada malam 1 Suro dapat membawa sial.
Bulan Suro dianggap sebagai “bulannya para leluhur,” sehingga kegiatan bersifat pesta dinilai kurang etis secara spiritual. Dalam filosofi Jawa, bulan ini diperuntukkan untuk kontemplasi, bukan perayaan.
4. Ruwatan Membersihkan Diri dari Nasib Buruk
Ruwatan adalah ritual pembersihan spiritual yang dilakukan pada malam Satu Suro. Tujuannya adalah membuang energi negatif yang mungkin menempel sepanjang tahun.