
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro, menyampaikan bahwa penangguhan ini dilakukan karena masa penahanan keempat tersangka telah mencapai batas maksimal sesuai Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Sehubungan dengan sudah habisnya masa penahanan, maka penyidik akan menangguhkan penahanan kepada keempat tersangka sebelum tanggal 24 April,” kata Djuhandhani dalam keterangannya, Kamis (24/4/2025).
Apa Alasan Hukum di Balik Penangguhan Ini?

Kuasa hukum warga Desa Kohod, Henri, membenarkan bahwa secara hukum, penangguhan ini dimungkinkan karena pasal yang disangkakan kepada Arsin bin Asip dan tiga tersangka lainnya adalah Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen. Pasal ini memiliki ancaman pidana maksimal enam tahun.
“Penangguhan itu memang bisa diberikan oleh penyidik karena pasal yang disangkakan hanya enam tahun. Masa penahanan awal 20 hari dapat diperpanjang menjadi 40 hari, jadi totalnya 60 hari,” ujar Henri saat dihubungi Kompas.com.
Henri menjelaskan bahwa karena hingga kini belum ada proses penyidikan terhadap unsur dugaan tindak pidana korupsi dalam kasus ini, maka perpanjangan penahanan lebih lanjut tidak dapat dilakukan.
“Namun, jika nantinya Bareskrim memproses dugaan tindak pidana korupsi, maka masa penahanan bisa diperpanjang lagi karena ancaman hukumannya lebih dari sembilan tahun,” jelasnya.
Apakah Kasus Ini Masih Terus Diselidiki?
Meski penahanan ditangguhkan, proses penyidikan tetap berjalan. Henri menekankan bahwa masyarakat Desa Kohod tetap mempercayai Bareskrim dan Kejaksaan Agung untuk menuntaskan kasus ini secara menyeluruh.
“Walaupun saat ini sifatnya penangguhan, proses penyidikan tetap berjalan. Kami berharap Bareskrim memproses kasus ini secara lebih mendalam. Apalagi, saat pengembalian berkas (P-19) kemarin, waktunya sudah sangat mepet dengan akhir masa penahanan,” tutur Henri.
Empat tersangka yang ditetapkan dalam perkara ini adalah:
- Arsin bin Asip, Kepala Desa Kohod
- UK, Sekretaris Desa
- SP dan CE, selaku penerima kuasa

Mereka diduga memalsukan berbagai dokumen tanah, termasuk girik, surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah (sporadik), surat pernyataan tidak sengketa, serta surat kuasa pengurusan permohonan sertifikat. Pemalsuan ini terjadi sejak Desember 2023 hingga November 2024.
Lebih dari itu, mereka juga dituding mencatut nama-nama warga Desa Kohod dalam pembuatan 263 surat palsu atas lahan di kawasan pagar laut, Tangerang.
Bareskrim Polri sebelumnya telah melimpahkan berkas perkara ke Kejaksaan Agung. Namun, pada 16 April 2025, jaksa mengembalikan berkas dengan catatan bahwa penyidik perlu mendalami unsur dugaan tindak pidana korupsi dalam kasus tersebut.
“Saat ini, penyidik masih menangani perkara ini sesuai catatan dari jaksa, dan penyidikan lanjutan sedang berjalan,” kata Djuhandhani.
Dengan adanya penangguhan ini, keempat tersangka tidak lagi ditahan, tetapi proses hukum belum berhenti. Warga Desa Kohod, melalui kuasa hukumnya, berharap proses penyidikan dapat membuka seluruh fakta, termasuk kemungkinan adanya kerugian negara akibat pemalsuan dokumen tersebut.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Masa Tahanan Habis, Polisi Tangguhkan Penahanan Kades Kohod Dkk“.