
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan pemerintah menggratiskan pendidikan untuk jenjang SD dan SMP swasta menimbulkan pertanyaan besar dari kalangan pengelola sekolah, terutama di Surabaya.
Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP Swasta Surabaya menyatakan dukungannya terhadap semangat keputusan tersebut, tapi timbul kekhawatiran terkait implementasi teknis dan pembiayaan di lapangan.
“Kalau itu diperuntukkan untuk semua siswa, lantas siapa yang menanggung biaya operasional siswa, gaji pendidik, dan sebagainya?” ujar Wiwik Wahyuningsih, Wakil Ketua MKKS SMP Swasta Surabaya, Jumat (30/5/2025).
Apa Tantangan Finansial yang Dihadapi Sekolah Swasta?
Menurut Wiwik, satu sekolah swasta rata-rata memiliki sekitar 20 tenaga pendidik dan staf, yang mencakup guru mata pelajaran, guru bimbingan konseling, kepala sekolah, pustakawan, dan staf tata usaha.
Jika setiap tenaga pendidik digaji Rp1 juta per bulan, maka setidaknya dibutuhkan Rp20 juta per bulan hanya untuk menggaji staf.
Di sisi lain, Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah hanya sekitar Rp100.000 per siswa per bulan atau Rp1,2 juta per tahun.
Bila satu sekolah memiliki 100 murid, maka total bantuan yang diterima hanyalah Rp10 juta per bulan.
Nilai tersebut bahkan belum mencukupi kebutuhan gaji, apalagi untuk operasional lainnya seperti listrik, alat tulis kantor (ATK), dan pemeliharaan fasilitas.
“Kalau memang pemerintah mau meng-cover semuanya, it’s oke,” lanjut Wiwik. “Tapi kalau hanya mengandalkan bantuan BOS yang ada sekarang, itu jauh dari cukup.”
Bagaimana Alternatif Solusi yang Diusulkan Sekolah Swasta?
Salah satu solusi yang diajukan MKKS SMP Swasta adalah mengutamakan siswa dari keluarga miskin untuk masuk ke sekolah negeri melalui kuota afirmasi dalam Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB).
Sementara siswa dari keluarga mampu bisa diarahkan ke sekolah swasta tanpa harus digratiskan.
“Prinsipnya, kami setuju kalau memang SMP swasta digratiskan. Namun dengan catatan, kami minta semua gaji pegawai, biaya operasional, alat tulis, dan sebagainya juga harus ditanggung pemerintah,” tegas Wiwik.
Apa Langkah Pemerintah Kota Surabaya?
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menyatakan bahwa Pemkot masih menunggu tindak lanjut teknis dari pemerintah pusat terkait implementasi putusan MK Nomor 3/PUU-XXIII/2025. Meski demikian, pihaknya siap melakukan intervensi sesuai kemampuan anggaran daerah.
“Saya dan DPRD akan melihat masa efektifnya kapan. Yang pasti, kami akan memberikan intervensi sesuai aturan,” ujar Cak Eri.
Saat ini, Pemkot Surabaya telah memberikan bantuan pendidikan bagi siswa dari keluarga miskin dan pramiskin.