Agam Rinjani sewaktu berupaya mengevakuasi pendaki Brasil, Juliana Marins yang terjatuh di Gunung Rinjani, Sabtu (21/6/2025).
Hal itu untuk menjawab nyinyiran warganet, terutama dari Brasil yang menganggap rescuer Indonesia tidak becus menangani insiden Juliana Marins di Rinjani.
Dirinya ingin membuktikan bahwa para rescuer Indonesia sudah berupaya sangat maksimal untuk misi penyelamatan Juliana Maris di Rinjani.
Bahkan tim rescue turut bertaruh nyawa dengan kondisi alam dan medan Rinjani yang ekstrem.
“NKRI harga mati. Ini isu internasional. Evakuasinya bukan kaleng-kaleng,” ujarnya, dikutip dari @Podcast BicaraSantai di YIM Official, Sabtu (28/6/2025).
Kompas.com sudah meminta izin dan diperkenankan untuk menggunakan obrolan di podcast tersebut sebagai bahan pemberitaan.
Semangat di balik bendera Merah Putih

Agam menjelaskan, kasus Juliana Marins lebih ekstrem daripada kasus warga negara Israel yang jatuh dari puncak Rinjani pada Agustus 2023 silam.
“Ini lebih sulit, lebih jauh lagi (turunnya). Ada gerakan atas, batu (dari atas) ke arah muka semua (jatuh),” beber pria asal Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) ini.
Bahkan untuk pengobar semangat teman-teman rescue yang sudah bertahan di Rinjani selama beberapa hari, Agam sengaja mengeluarkan bendera Merah Putih yang dibawanya dan ditunjukkan ke teman-teman rescuer.
“Untuk membakar semangat teman-teman, hari keempat, teman-teman sudah loyo (capai karena medan yang ekstrem dan evakuasi cukup dalam),” kata dia.
“Misal, Juliana tidak dikasih naik, Indonesia pasti akan dicela negara lain. Membuat kami semangat, saya bawa bendera merah putih di atas,” sambungnya.
Proses evakuasi Juliana Marins

Agam menambahkan, tim evakuasi Juliana di tebing terdiri dari 7 orang yang terbagi menjadi 2 kelompok.
Perinciannya yakni tiga orang berada di atas bertugas untuk menarik, dan empat lainnya, termasuk dirinya berada di bawah tebing untuk proses evakuasi Juliana.