
Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi, kembali huni jeruji besi usai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menahannya atas dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Penahanan dilakukan di Lapas Sukamiskin, Bandung, pada Minggu (29/6/2025), hanya beberapa waktu sebelum Nurhadi dijadwalkan menghirup udara bebas usai menjalani hukuman enam tahun penjara atas kasus sebelumnya.
“Benar, KPK melakukan penangkapan dan kemudian melakukan penahanan kepada saudara NHD di Lapas Sukamiskin,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangan persnya, Senin (30/6/2025).
Menurut Budi, penahanan ini berkaitan dengan kasus pencucian uang yang terjadi di lingkungan MA.
“Penahanan seorang tersangka tentu merupakan kebutuhan penyidikan, di antaranya agar prosesnya dapat dilakukan secara efektif,” kata Budi saat dihubungi, Selasa (1/7/2025).
Apa Kasus yang Menjerat Nurhadi Sebelumnya?
Pada kasus sebelumnya, Nurhadi divonis enam tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidair enam bulan kurungan karena terbukti menerima suap dan gratifikasi.
Suap senilai Rp 35,726 miliar berasal dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal, Hiendra Soenjoto, untuk pengurusan dua perkara hukum.
Sementara gratifikasi yang diterima Nurhadi mencapai Rp 13,787 miliar dari berbagai pihak dalam proses hukum di MA.
Meski demikian, Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan KPK agar Nurhadi juga dibebankan membayar uang pengganti sebesar Rp 83,013 miliar.
Putusan itu mengundang kritik publik dan memperkuat persepsi mengenai kelemahan pemberantasan korupsi di tingkat yudikatif.
Benarkah Penahanan Ini Melanggar HAM?
Kuasa hukum Nurhadi, Maqdir Ismail, menilai tindakan KPK tersebut melanggar hak asasi manusia.
Menurutnya, KPK seharusnya menggabungkan proses hukum pencucian uang ini dengan perkara sebelumnya.
“Bukan cuma seolah-olah menunda, ini melanggar hak asasi manusia,” ujar Maqdir.
Ia juga menyebut bahwa peradilan pidana semestinya dilakukan secara cepat dan biaya ringan, sesuai prinsip dasar hukum acara pidana.
Maqdir pun mempertanyakan alasan KPK yang baru memproses kasus TPPU ini menjelang masa bebas kliennya.