
Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Wihaji, menegaskan bahwa pemerintah tetap mengikuti saran dan ketentuan dari ulama terkait metode kontrasepsi vasektomi atau Metode Operasi Pria (MOP). Hal ini merujuk pada fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 2012.
“Kami pastikan, kami mengikuti aturan ulama melalui fatwa MUI tahun 2012 tentang vasektomi. Kalaupun di Jawa Barat ada aturan itu, kita tetap hormati,” ujar Wihaji di sela kegiatan pemberian Makan Bergizi Gratis (MBG) kepada ibu menyusui di Tigaraksa, Tangerang, Senin (5/5/2025).
Vasektomi bukanlah isu baru dalam diskusi antara kesehatan dan agama. Wihaji menyebut bahwa MUI sudah tiga kali mengeluarkan fatwa terkait metode kontrasepsi ini, yakni pada tahun 1977, 1983, dan 2009. Ketiganya menyatakan bahwa vasektomi hukumnya haram.
Namun, dalam Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV yang diselenggarakan pada tahun 2012 di Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, MUI menyatakan bahwa terdapat pengecualian dalam penerapan vasektomi, asalkan memenuhi lima syarat ketat.
Apa Saja Syarat-Syarat Vasektomi yang Diperbolehkan?
Menurut Wihaji, fatwa MUI tahun 2012 memperbolehkan vasektomi dengan pengecualian yang ketat, antara lain:
- Pelaku vasektomi harus memiliki minimal dua orang anak.
- Usia minimal pelaku adalah 35 tahun.
- Anak bungsu berusia minimal lima tahun.
- Mendapatkan persetujuan dari pasangan (istri).
- Lolos pemeriksaan tim medis untuk menjamin tidak ada mudharat dan adanya kemungkinan rekanalisasi (pemulihan fungsi reproduksi).
“Yang perlu ditekankan adalah tidak boleh dikampanyekan untuk program ini. Kita hanya bisa memberikan edukasi,” ujar Wihaji.
Bagaimana Pandangan MUI Mengenai Vasektomi?
Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Abdul Muiz Ali (Kiai AMA), menggarisbawahi bahwa secara prinsip, vasektomi adalah tindakan yang mengarah pada pemandulan, dan dalam pandangan syariat Islam, hal tersebut dilarang.
Namun, perkembangan teknologi medis yang memungkinkan rekanalisasi menjadi faktor yang mengubah ketetapan hukum tersebut dalam kondisi tertentu.
“Vasektomi secara prinsip adalah tindakan yang mengarah pada pemandulan, dan dalam pandangan syariat, hal itu dilarang. Namun, dengan perkembangan teknologi yang memungkinkan rekanalisasi, hukum bisa menjadi berbeda dengan syarat-syarat tertentu,” kata Kiai AMA dalam keterangan resmi di laman MUI.
Ia menjelaskan lima syarat yang menjadi landasan hukum vasektomi sesuai hasil Ijtima Ulama 2012:
- Tujuan tidak bertentangan dengan syariat.
- Tidak menimbulkan kemandulan permanen.
- Ada jaminan medis bahwa fungsi reproduksi dapat dipulihkan.
- Tidak menimbulkan dampak negatif (mudharat).
- Tidak dijadikan bagian dari program kontrasepsi mantap nasional.
Apakah Vasektomi Masih Relevan dalam Program KB?
Meski tidak dilarang secara mutlak, Kiai AMA dan Wihaji sama-sama menegaskan bahwa vasektomi tidak bisa dijadikan alat utama dalam program Keluarga Berencana (KB).
Vasektomi sebaiknya tidak dikampanyekan secara luas karena dikhawatirkan bertentangan dengan prinsip syariat yang dianut mayoritas masyarakat Indonesia.
Dengan sikap tersebut, BKKBN menegaskan pendekatannya yang berbasis edukasi dan pemahaman, bukan paksaan atau promosi massal. Hal ini juga mencerminkan kehati-hatian dalam menjalankan kebijakan yang menyangkut aspek kesehatan dan kepercayaan masyarakat.
“Kita tetap berpedoman pada fatwa ulama. Tidak boleh ada kampanye program vasektomi. Tapi, edukasi tetap jalan agar masyarakat bisa memahami pilihan kontrasepsi dengan baik,” pungkas Wihaji.