
mahasiswi Institut Teknologi Bandung (ITB), berinisial SSS, oleh Bareskrim Polri karena unggahan meme bergambar Presiden ke-7 RI Joko Widodo dan Presiden ke-8 RI Prabowo Subianto menuai kritik keras dari berbagai pihak.
Meme yang menggambarkan kedua tokoh nasional sedang berciuman itu pertama kali viral melalui akun X (dulu Twitter) @MurtadhaOne1.
“Breaking news! Dapat info mahasiswi SRD ITB barusan diangkut Bareskrim karena meme Wowo yang dia buat,” tulis akun tersebut pada Rabu (7/5/2025) malam.
Kepolisian membenarkan penangkapan tersebut. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, mengatakan bahwa penyidikan masih berlangsung.
“Benar, seorang perempuan berinisial SSS telah ditangkap dan diproses,” ujarnya, Jumat (9/5/2025).
SSS dijerat dengan Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (1) dan/atau Pasal 51 ayat (1) jo Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Apa Isi Pasal-Pasal UU ITE yang Dikenakan?
Pasal 45 ayat (1) juncto Pasal 27 ayat (1) UU ITE mengatur tentang sanksi pidana bagi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyiarkan, mempertunjukkan, mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan melanggar kesusilaan. Ancaman pidananya adalah penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
Sementara itu, Pasal 51 ayat (1) juncto Pasal 35 UU ITE menyasar kejahatan manipulasi data digital, yakni setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, atau pengrusakan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan tujuan agar informasi tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik. Ancaman pidananya lebih berat, yaitu maksimal 12 tahun penjara dan/atau denda hingga Rp 12 miliar.
Apakah Ini Bentuk Kriminalisasi terhadap Kebebasan Berekspresi?
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyatakan bahwa tindakan Polri ini merupakan bentuk kriminalisasi terhadap kebebasan berekspresi.
“Kami menilai dalam konteks kebebasan berpendapat polisi telah melakukan kriminalisasi terhadap mahasiswa ITB. Kasus ini menunjukan bahwa negara anti-kritik,” kata Kepala Divisi Hukum Kontras, Andrie Yunus, saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (10/5/2025).
Andrie menyoroti bahwa penangkapan ini bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam UUD 1945.
Ia juga menegaskan bahwa institusi negara, termasuk Presiden, bukanlah entitas yang dilindungi reputasinya oleh hukum hak asasi manusia.
“Polisi mencari celah pasal untuk membungkam kebebasan berekspresi dan berpendapat,” tambahnya.
Apa Sikap Pemerintah terhadap Kasus Ini?
Presidential Communication Office (PCO) melalui Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menyatakan bahwa tindakan mahasiswi tersebut sebaiknya tidak langsung dijatuhi hukuman, melainkan dibina.
“Ya kalau ada pasal-pasalnya kita serahkan ke polisi, tapi kalau dari pemerintah, itu kalau anak muda ya mungkin ada semangat-semangat yang telanjur, ya mungkin lebih baik dibina, karena masih sangat muda, bisa dibina bukan dihukum gitu,” ujar Hasan di Kawasan Menteng, Jakarta, Jumat (10/5/2025).