
tambang Galian C Gunung Kuda, Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, yang terjadi pada Jumat (30/5/2025) ini menyebabkan sedikitnya 14 orang meninggal dunia, delapan orang masih dalam pencarian, dan empat lainnya dirawat di rumah sakit.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat segera merespons kejadian ini dengan menetapkan status tanggap darurat bencana selama tujuh hari.
Penetapan ini bertujuan untuk memfokuskan seluruh sumber daya pada proses pencarian dan evakuasi korban.
“Status tanggap darurat, selama tujuh hari, kami semua akan fokus melakukan penanganan secara komprehensif dari A sampai Z,” ujar Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat, Herman Suryatman.
Herman juga menyebutkan bahwa proses pencarian dihentikan sementara pada pukul 17.30 WIB dan dilanjutkan kembali pada pukul 07.00 WIB keesokan harinya.
Tim gabungan yang terdiri dari TNI, Polri, SAR, BPBD, dan berbagai pihak terkait lainnya turut dilibatkan dalam upaya penyelamatan ini.
Mengapa Tambang Galian C Gunung Kuda Ditutup?
Menindaklanjuti tragedi ini, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mencabut izin pengelolaan tambang Galian C yang dikelola oleh Koperasi Pondok Pesantren Al-Azhariyah.
Keputusan ini diambil sebagai bentuk sanksi administratif atas kelalaian pengelola dalam menerapkan standar keselamatan.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menegaskan bahwa keselamatan masyarakat adalah prioritas utama.
“Keputusan ini diambil sebagai bentuk tanggung jawab. Keselamatan masyarakat harus menjadi prioritas utama. Kami tidak bisa menoleransi lagi pengelolaan tambang yang abai terhadap standar keselamatan,” tegas Dedi.
Apa Kata Badan Geologi Soal Lokasi Longsor?
Badan Geologi menyebut lokasi longsor berada dalam zona kerentanan gerakan tanah tinggi, dengan probabilitas kejadian gerakan tanah lebih dari 50 persen.
Kepala Badan Geologi, M Wafid, menjelaskan bahwa karakteristik geologi di kawasan tersebut memang rentan.
“Zona kerentanan gerakan tanah tinggi merupakan wilayah yang sering mengalami kejadian gerakan tanah,” kata Wafid.
Ia menambahkan, gerakan tanah di lokasi tersebut masih aktif akibat curah hujan tinggi serta kemiringan lereng yang terjal hingga curam.
Musibah ini tidak hanya menimbulkan korban jiwa, tetapi juga trauma dan ketakutan bagi masyarakat sekitar.