
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi menghapuskan dana hibah untuk pondok pesantren dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2025.
Kebijakan ini menimbulkan beragam reaksi, terutama karena sebelumnya terdapat lebih dari 370 lembaga yang direncanakan akan menerima dana hibah tersebut.
Dedi Mulyadi menyatakan bahwa penghapusan dana hibah tersebut merupakan bagian dari upaya perbaikan sistem tata kelola bantuan hibah yang selama ini dinilai tidak merata.
“Ini upaya kita dalam membenahi manajemen tata kelola hibah, agar hibah ini tidak jatuh pada pondok pesantren yang itu-itu saja,” ujar Dedi dikutip dari Antara, Kamis (24/4/2025).
Dedi juga menekankan pentingnya distribusi yang lebih adil dan tidak berpihak pada kelompok yang memiliki akses politik.
“Karenanya saya telah rapat dengan Kemenag seluruh Jabar. Ke depan kita akan mengarahkan pada distribusi rasa keadilan. Kita akan mulai fokus membangunkan madrasah-madrasah, tsanawiyah-tsanawiyah, yang mereka tidak lagi punya akses terhadap kekuasaan dan terhadap politik,” ucapnya.
Apa Pertimbangan di Balik Kebijakan Ini?
Dedi menjelaskan bahwa kebijakan ini diambil berdasarkan pertimbangan teknis dan kebutuhan nyata lembaga pendidikan keagamaan.
“Jadi bukan pertimbangan politis, karena selama ini bantuan-bantuan yang disalurkan kepada yayasan-yayasan pendidikan di bawah Kemenag itu, selalu pertimbangannya politik,” kata dia.
Ia juga menyinggung soal temuan yayasan bodong yang selama ini menerima bantuan dengan nilai fantastis.
“Jadi ini adalah bagian audit kita untuk segera dilakukan pembenahan. Karena ini untuk yayasan-yayasan pendidikan agama, maka prosesnya pun harus beragama,” ujarnya.
Dalam dokumen Peraturan Gubernur Nomor 12 Tahun 2025, hanya dua lembaga keagamaan yang tetap menerima hibah, yakni Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran (LPTQ) Jawa Barat sebesar Rp9 miliar dan Yayasan Mathlaul Anwar Ciaruteun Udik di Kabupaten Bogor sebesar Rp250 juta.
Namun, sejumlah lembaga lain masih menerima hibah dengan besaran yang bervariasi, meski banyak yang mengalami pemangkasan. Misalnya:
- PMI Jabar: Rp1,8 miliar (dari sebelumnya Rp2,1 miliar)
- KPID Jabar: Rp3,4 miliar
- DPD KNPI Jabar: Rp2 miliar (dari Rp5,5 miliar)
- NPCI Jabar: Rp10 miliar (dari Rp12,1 miliar)
- Kormi Jabar: Rp1 miliar (dari Rp3,7 miliar)
- KONI Jabar: Rp30 miliar (dari Rp31,1 miliar)
- Kwarda Pramuka Jabar: Rp1 miliar
- Kanwil Kemenag Jabar: Rp19,2 miliar untuk layanan petugas haji
- PWNU Jabar: Rp1,7 miliar
- Persis Jabar: Rp560 juta.
Bagaimana dengan Hibah untuk Lembaga Negara dan Parpol?
Menariknya, hibah kepada partai politik tetap disalurkan tanpa pengurangan, mengikuti proporsi perolehan suara masing-masing partai.
Selain itu, bantuan keuangan ke sejumlah instansi vertikal juga tidak mengalami pengurangan, seperti:
- Polda Jabar: Rp44,963 miliar
- Pangkalan TNI AL Bandung: Rp16,5 miliar
- Kodam III/Siliwangi: Rp54 miliar
Sekretaris Daerah (Sekda) Jabar Herman Suryatman menyatakan bahwa kebijakan ini diambil berdasarkan skala prioritas pembangunan.
“Ini kan masalah skala prioritas saja, hanya masalah waktu, persoalan lainnya tentu tetap kami perhatikan,” katanya.
Menurut Herman, anggaran senilai Rp5,1 triliun telah dialokasikan untuk sektor prioritas seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan, pangan, dan kesejahteraan masyarakat.