
Ihwan bekerja di sebuah perusahaan asal Indonesia yang terlibat dalam praktik penipuan siber (scamming). Ia diduga meninggal dunia setelah mengalami penyiksaan brutal oleh 15 rekan kerjanya lantaran gagal memenuhi target perusahaan.
Kabar duka diterima keluarga setelah seorang staf Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Phnom Penh menghubungi mereka.
“Tanggal 14 April 2025 pagi dikabarin oleh staf KBRI, namanya Pak Dadang,” kata Subiyantoro (23), adik korban, saat ditemui di kediamannya di Perumahan Villa Gading Harapan, Kebalen, Kamis (17/4/2025).
Disiksa dan Dibuang di Jalan
Menurut Subiyantoro, Ihwan sempat dirawat di rumah sakit sejak 28 Maret 2025. Dalam beberapa kali panggilan video, Ihwan menceritakan bahwa ia mengalami penyiksaan selama dua hari di sebuah ruangan tertutup oleh 15 orang—gabungan pekerja dari Indonesia dan China.
Seluruh tubuhnya disetrum, menyebabkan luka bakar kehitaman di bagian badan, tangan, kaki, dan bokong. Kelopak matanya lebam, dan kepalanya dihantam benda tumpul hingga mengalami pendarahan otak.
Akibat kekerasan itu, Ihwan pingsan dan dibuang begitu saja ke jalan dalam keadaan tanpa busana.
Polisi Kamboja yang menemukan Ihwan dalam kondisi kritis langsung membawanya ke rumah sakit.
Meski sempat menunjukkan tanda-tanda membaik dan bisa berkomunikasi, kondisi Ihwan kembali menurun hingga akhirnya meninggal dunia.
“Dia meninggal karena disiksa, enggak sesuai target,” jelas Subiyantoro.
Tergiur Gaji Fantastis
Ihwan berangkat ke Kamboja pada Februari 2024 bersama beberapa rekannya. Ia tergiur tawaran pekerjaan sebagai admin situs judi online dengan gaji Rp 30 juta hingga Rp 40 juta per bulan. Kepada orangtuanya, Ihwan berdalih ia dimutasi oleh perusahaan lamanya.
“Itu bilangnya ke orangtua izinnya dimutasi dari perusahaan lamanya. Tetapi saya juga sudah curiga, enggak mungkin gitu kan tiba-tiba pindah ke sana,” tutur Subiyantoro.
Namun, sesampainya di Kamboja, Ihwan justru ditempatkan di perusahaan scamming yang menargetkan warga Indonesia sebagai korban.
Hampir setahun ia bertahan di sana, dan tetap menjaga komunikasi dengan keluarganya.
Kecurigaan semakin kuat ketika keluarga dihubungi oleh seseorang yang mengaku pimpinan perusahaan tempat Ihwan bekerja, meminta uang Rp 60 juta untuk memulangkannya.
“Saya curiga, saya bilang ke mama saya jangan ditransfer. Apalagi transfernya ke rekening kakak saya. Enggak ditransfer sama orangtua saya,” ungkap Subiyantoro.