
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menegaskan bahwa siswa yang kedapatan berkeliaran pada malam hari akan dibina di barak militer.
“Yang melanggar, pembinaannya dimasukkan ke barak -militer-,” kata Dedi saat ditemui di Gedung Pakuan, Bandung, Rabu (4/6/2025).
Ia menjelaskan, data siswa yang melanggar aturan akan dihimpun melalui sistem aplikasi khusus yang tengah disiapkan oleh Pemprov Jabar. Dari sistem itu, setiap pelanggaran akan terpantau secara real-time dan tersistem.
“Laporan dari polisi, laporan dari bhabinkamtibmas, babinsa, laporan dari kepala desa RT/RW. Nanti masuk ke sistem aplikasi kita. Sehingga nanti di peta data, kepala dinas pendidikan provinsi itu sudah terbaca setiap hari, ada berapa anak yang bolos, yang sakit, dan anak yang malamnya itu begadang. Itu nanti ada petanya,” jelas Dedi dilansir dari Antara.
Aturan ini merujuk pada Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor 51/PA.03/Disdik, yang mulai berlaku sejak 1 Juni 2025. Dalam surat tersebut, Dedi meminta bupati dan wali kota untuk mengoordinasikan pelaksanaan jam malam hingga tingkat kecamatan dan desa.
Dedi menekankan pentingnya pelaksanaan aturan ini, dan mengingatkan agar tidak dianggap sepele. Ia juga menyatakan bahwa Pemprov Jabar tidak akan memberikan bantuan, termasuk biaya pengobatan, bagi pelajar yang terlibat dalam kenakalan remaja disertai kekerasan saat jam malam.
“Setelah gubernur memberlakukan jam malam, kalau ada anak Jawa Barat yang berkelahi, tawuran, kemudian ia harus masuk rumah sakit, Provinsi Jabar tidak akan membantu pembiayaan,” tegasnya.
Kebijakan jam malam ini berlaku mulai pukul 21.00 WIB hingga 04.00 WIB bagi siswa jenjang pendidikan dasar hingga menengah.
Tujuannya adalah mencetak generasi muda yang Cageur (sehat), Bageur (baik), Bener (benar), Pinter (cerdas), dan Singer (terampil), melalui pembentukan karakter dan kedisiplinan dalam lingkungan yang aman dan kondusif.
Namun, terdapat sejumlah pengecualian dalam aturan ini.
Siswa masih diperbolehkan keluar rumah jika mengikuti kegiatan sekolah atau lembaga pendidikan resmi, kegiatan keagamaan atau sosial di lingkungan tempat tinggal dengan sepengetahuan orang tua/wali, atau dalam situasi darurat dan kondisi khusus yang diketahui oleh orang tua/wali.
“Ada SP 1 nanti dari kepala sekolahnya. Nanti dia melaporkan ke sekolah. Nanti terintegrasi, tersistem. Dan itu nanti sistem aplikasinya akan kita buat,” tambah Dedi.
Laporan mengenai pelanggaran akan dikumpulkan dari berbagai elemen masyarakat, mulai dari Bhabinkamtibmas, Babinsa, kepala desa, hingga RT dan RW, dan seluruh informasi tersebut akan dimasukkan ke dalam sistem monitoring yang sedang dikembangkan oleh Pemprov Jabar.