
gowok di wilayah Banyumas, Jawa Tengah.
Gowok adalah profesi perempuan, umumnya berusia antara 23 hingga 30 tahun, yang bertugas memberikan pendidikan seks kepada laki-laki muda atau remaja yang akan menikah.
Hal tersebut dikutip dari Gowokan, Persiapan Pernikahan Laki-laki Banyumas (Perspektif Etic dan Emic pada Kesejajaran dengan Praktek Prostitusi) yang ditulis oleh Dyah Siti Septiningsih, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto,
Profesi ini lekat dengan peran para ronggeng, perempuan penghibur tradisional yang juga memiliki pemahaman mendalam tentang kehidupan rumah tangga dan relasi seksual.
Proses interaksi antara gowok dan calon pengantin pria dikenal dengan sebutan gowokan.
Dalam praktiknya, gowokan dilakukan setelah proses lamaran diterima dan tanggal pernikahan ditentukan oleh kedua pihak keluarga.
“Tradisi ini didasari pada filosofi bahwa laki-laki adalah ‘guru laki’ atau kepala rumah tangga yang harus memiliki kemampuan mumpuni sebagai suami. Karena itu, sebelum menikah, calon suami perlu mendapatkan ‘ilmu’, terutama soal hubungan seksual, yang tentu tidak mungkin diajarkan oleh orang tua mereka sendiri,” tulis Dyah Siti Septiningsih, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto, dalam penelitiannya.
Setelah ada kesepakatan antara keluarga calon pengantin laki-laki dan perempuan, mereka akan memilih seorang gowok.
Gowok yang dipilih kemudian dihubungi dan dilakukan kesepakatan berupa pemberian mahar serta hadiah tambahan atau bebungah.
Pendidikan dilakukan secara intensif, baik di rumah gowok maupun di rumah calon pengantin laki-laki.
Dalam masa gowokan, calon pengantin laki-laki tinggal bersama gowok layaknya pasangan suami-istri. Mereka bahkan memiliki dapur terpisah karena melakukan aktivitas sebagaimana keluarga kecil.
Pelajaran yang diberikan gowok tidak hanya terbatas pada hubungan seks, namun juga mencakup hal-hal lain dalam rumah tangga. Misalnya, bagaimana memperlakukan istri dengan baik hingga etika sosial seperti menghadiri acara kondangan.
Tradisi gowokan biasanya berlangsung selama beberapa hari, paling lama satu minggu.
“Gowokan adalah bentuk pendidikan seks yang sangat vulgar, namun pernah benar-benar ada di Jawa,” ujar Tohari dalam catatan tahun 1982 yang dikutip oleh Dyah Siti Septiningsih.