
padi jenis mesin transplanter, yang dinilai dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi ketergantungan pada tenaga kerja manual.
Dulu, proses tanam padi dilakukan secara tradisional, yaitu dengan menancapkan satu per satu bibit ke lahan sawah yang telah diolah.
Cara ini tidak hanya menyita waktu dan tenaga, tetapi juga membutuhkan banyak pekerja. Namun, kini metode tersebut mulai tergantikan oleh kehadiran alat tanam padi mekanis.
Penggunaan mesin transplanter menjadi solusi untuk mengatasi minimnya tenaga kerja di sektor pertanian.
Selain itu, alat ini membantu menghemat waktu serta biaya produksi.
“Dengan biaya produksi yang menurun, keuntungan yang bisa dikantongi petani bisa lebih besar,” demikian penjelasan dalam paparan terkait inovasi ini dikutip Bulelengkab. go. id
Salah satu keunggulan mesin transplanter adalah kemampuannya menanam bibit padi secara otomatis dengan jarak tanam yang sudah terukur.
Mesin ini mampu menanam padi dengan jarak antar tanaman 20×25 cm—lebih sempit dibanding metode manual yang biasanya 30×30 cm.
Hal ini memungkinkan lebih banyak bibit tertanam dalam satu petak lahan, sehingga efektivitas lahan meningkat.
Mesin ini juga menjadi solusi atas kelangkaan buruh tani. Perubahan zaman membuat jumlah tenaga kerja di sektor pertanian terus berkurang.
Sementara itu, jumlah pemilik sawah masih cukup banyak. Ketidakseimbangan ini sering menjadi kendala saat musim tanam tiba.
Dengan alat tanam padi modern ini, petani hanya perlu melakukan pembibitan dalam baki mesin transplanter.
Bibit yang sudah siap diletakkan di atas mesin, dan dengan pengoperasian yang sederhana, padi akan tertanam secara otomatis di lahan yang sudah diolah.
Terdapat dua jenis mesin tanam padi yang umum digunakan. Pertama, mesin untuk bibit yang disemai langsung di lahan. Kelebihannya, metode persemaian tradisional tetap bisa digunakan.
Namun, proses pengambilan bibit dari lahan memakan waktu lebih lama.